Perang
di Syria juga merupakan bencana kemanusiaan. Organisasi-organisasi bantuan
memperingatkan adanya situasi gawat.
Pengungsi
Suriah
Ratusan
ribu orang melarikan diri dari perang di Suriah. Seperti halnya sebuah keluarga
Suriah yang berhari-hari berjalan mengungsi menuju perbatasan Suriah-Libanon.
Dengan dilindungi pekatnya malam hari mereka memberanikan diri menyeberangi
perbatasan. Namun ketika sampai di negara tetangga, mereka baru sadar bahwa dua
anak mereka hilang di kawasan perbukitan Libanon yang sulit dilewati.
Berjam-jam mereka mencari kedua anaknya, tetapi sia-sia. Mereka melanjutkan
perjalanan mengungsi. Dengan suhu udara yang dingin membeku pada bulan Maret
itu, mereka tahu bahwa mereka hanya dapat bertahan beberapa jam saja. Perang
tidak hanya merampas semua apa yang mereka miliki tetapi juga menghancurkan
keluarganya.
Anak-anak
yang menjadi korban
Pengungsi
Suriah di Hatay, Turki
Marc
André Hensel, koordinator bantuan bagi Suriah dari "World Vision
Deutschland e.V." kenal kisah-kisah sedih yang diceritakan di kamp-kamp
pengungsi Suriah di Libanon. Ketika Hensel Maret lalu mulai bekerja di kamp
tersebut, ia untuk pertama kalinya menyaksikan dampak perang terhadap
keluarga-keluarga Suriah. Orang tua yang harus menderita melihat anaknya terluka,
tetapi tidak mendapatkan perawatan medis. Anak yang meninggal di depan mata
atau anak yang disalahgunakan. Anak-anak adalah korban perang yang sangat
menderita. Mereka juga merupakan korban yang paling sulit untuk dapat mengatasi
pengalaman perang. Banyak yang menderita trauma. Demikian dipaparkan Hensel
kepada Deutsche Welle. Ada anak yang merasa terus diburu, terbangun ketakutan
di tengah malam dan hanya ingin kabur serta lari. Mereka juga menjadi tertutup,
membisu dan shock. Tetapi ada juga anak yang bercerita semuanya, tambah Hensel.
Di
kamp pengungsian tersebar kabar burung bahwa pasukan pemerintah Suriah
menangkap anak-anak sebagai sandera supaya orang tuanya taat kepada pemerintah.
Metode ini terutama dilakukan terhadap kelompok oposisi. "Ada yang
menceritakan, anak-anak diikat di panser untuk dijadikan perisai supaya tak
seorang pun melemparkan bom molotov ke arah panser atau menembakinya."
Hensel menganggap cerita-cerita ini dapat dipercaya.
Pengungsian
berminggu-minggu
Perang
yang sangat menakutkan. Demikian dilaporkan Donatella Rovera dari "Amnesty
Internatinonal" yang secara diam-diam berminggu-minggu berada di Aleppo.
Saat itu ia bertemu keluarga-keluarga yang dalam waktu singkat terpaksa
berpindah tempat empat atau lima kali. "Setiap saat, bila mereka tiba di
zona yang dianggap aman, mereka tiba-tiba diserang lagi. Jadi mereka terpaksa
kabur lagi, dan demikian seterusnya." PBB memperkirakan sekitar satu juta
warga Suriah yang meninggalkan rumah mereka dan mengungsi di dalam negeri seperti
keluarga tersebut.
Di
antara pengungsi ada korban yang luka tetapi tidak mendapat perawatan karena
sulit mendapatkan seorang dokter. Rovera mengatakan kepada DW, para korban
takut pergi ke rumah sakit. Karena ada kabar bahwa pasukan pemerintah menyerang
korban terluka dan memeriksa identitas mereka. Bila dipastikan bahwa korban
adalah seorang anggota perlawanan yang menentang rezim Presiden Bashar
al-Assad, korban itu ditangkap. "Dan orang tahu, jika ditangkap mereka
juga dengan mudah dibunuh." Karena itu, korban terluka mencari dokter yang
secara diam-diam membantu perlawanan. Tetapi menurut Rovera, hal ini sangat
berbahaya bagi dokter bersangkutan. Jadi korban luka berusaha melarikan diri ke
negara tetangga sangat
kekurangan obat-obatan.
Pengungsi
Suriah di Libanon
Namun
situasi juga menjadi lebih sulit bagi warga yang bukan termasuk dalam gerakan
oposisi. Banyak rumah sakit dan klinik yang hancur. Demikian dilaporkan Tarik
Jarasevic, jurubicara Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Ada juga RS yang harus
ditutup karena tidak ada pasokan medis. Akibat pertempuran, banyak dokter dan
perawat yang tidak bisa datang bekerja, tambah Jarasevic.
Tetapi,
seandainya dokter ada, mereka sering tidak dapat merawat pasien, karena tidak
ada obat-obatan yang diperlukan. Sekitar 90 persen kebutuhan obat diproduksi di
Suriah, lapor Jarasevic. "Bila produksi ini terhenti, orang Suriah harus
mencarinya di pasar internasional. Tetapi harga di pasar internasional bagi
mereka saat ini tidak terjangkau." Jadi tidak hanya korban pertempuran
yang terkena, tetapi juga pasien kronis, misalnya penderita penyakit jantung,
diabetik dan kanker yang tidak mendapat perawatan dan obat seperti sebelumnya.
Bantuan
pangan
Situasi
kemanusiaan di Suriah saat ini sangat mengenaskan. Seorang jurubicara program
pangan PBB menjelaskan, di Aleppo saja ada sekitar 460.000 orang yang
bergantung pada bantuan pangan. Secara keseluruhan, pada bulan Juli program
pangan PBB telah memberikan bantuan kepada lebih dari setengah juta orang.
Sebenarnya masih lebih banyak orang yang memerlukan bantuan, namun situasi
keamanan tidak memungkinkan untuk menyalurkan bantuan. Perang di Suriah membuat
organisasi-organisasi bantuan internasional lumpuh.
Seluruh
kehidupan di Suriah hanya ada penderitaan. Berupa perang, orang-orang yang
terkepung, kematian, dan mereka yang menjadi pengungsi. Semua hanya
menuju kehancuran. Rezim Syi’ah Alawiyyin Bashar al-Assad, sengaja
dilanggengkan, dan dibiarkan setiap membantai ratusan rakyatnya. Tanpa henti.
Sekarang
perhatian dunia, tertuju ke Ukraina, dan tidak lagi memperhatikan situasi di
Suriah yang semakin memburuk. Kota Alepo, Hom, dan kamp pengungsi Palestina, di
Yarmouk, menuju kehancuran dan kematian total. Kota-kota yang terkepung itu,
terus dihujani dengan serangan udara dan darat oleh pasukan Bashar
al-Assad dengan menggunakan senjata berat, seperti artileri.
Di
mana masyakat dunia? Di mana dunia Arab? Di mana dunia Islam? Apakah mereka
sudah tidak lagi memiliki hati nurani? Membiarkan rakyat Suriah sendirian
menghadapi kematian demi kematian, tanpa ada uluran tangan dari siapapun.
Orang
tua, perempuan, dan anak-anak setiap hari menjadi mangsa senjata pasukan Bashar
al-Assad, mayat-mayat berserakan, tetap tidak dapat menggugah perasaan. Seakan
mayat-mayat rakyat Suriah yang tergeletak dan berjejer itu, seperti benda tak
berharga. Sehingga, kematian mereka tak memiliki pengaruh apapun, dan bagi
siapapun. Begitu lalim kita melihat kondisi rakyat Muslim di
Suriah. Wallahu’alam.
Suriah. Wallahu’alam.
Referensi : http://www.dw.com/id/penderitaan-warga-sipil-suriah/a-16153222
Tidak ada komentar:
Posting Komentar